Hal-hal yang sedang nangkring di dalam kepala saya.

Tuesday, February 6, 2007

Banjir Besar Jakarta 2007

Akhirnya banjir besar siklus 5 tahunan benar-benar melanda Jakarta. Setelah hujan deras beberapa hari berturut-turut, hampir 40% wilayah Jakarta tertutup oleh genangan air mulai setinggi lutut orang dewasa sampai hampir menenggelamkan atap rumah. Wilayah-wilayah yang setiap tahunnya memang sudah langganan banjir, tahun ini benar-benar tenggelam. Beberapa perumahan elit yang biasanya lolos banjir, tahun ini turut merasakan dahsyatnya banjir.

Banjir besar yang dimulai sejak hari Jum'at (6/2/2007) ini paling tidak telah menelan 29 korban jiwa dan menyebabkan 340.000 orang mengungsi dari rumah. Ruas-ruas jalan penting terputus, listrik dipadamkan, aliran air bersih dari PDAM terputus, dan telpon mati. Jangan tanya lagi tentang sambungan internet.


pengungsi banjir

Membawa apa saja yang bisa diungsikan

Sejak hari Jum'at, keluarga saya sudah kenyang melihat tayangan banjir Jakarta di TV. Sungguh suatu pemandangan yang luar biasa. Jalan-jalan dan rumah yang tergenang, mobil-mobil yang terjebak dalam air dan ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya, aliran pengungsi yang seolah tiada henti, perahu karet yang jadi ngetop, sampai munculnya mata pencaharian baru berupa jasa angkut gerobak-anti-banjir.


ojek gerobak

Sumber rejeki: ojek gerobak

Jadi, Siapa Yang Salah?

Kenapa sampai bisa banjir sedahsyat itu ya? Masalah pembangunan villa-villa mewah di kawasan resapan air hujan di Puncak, pembangunan wilayah bisnis Jakarta yang tidak mengindahkan ANDAL (wis kakehan mall mas!), sampai pada buntunya saluran air sudah pasti menjadi tertuduh utama. T
ahun 2002 Sutiyoso sudah berjanji untuk mempersiapkan Jakarta menghadapi siklus banjir besar 5 tahunan. Tapi nyatanya, banjir tahun 2007 menjadi banjir terhebat dalam memori Jakarta.

Memang tidak fair kalau menyalahkan Sutiyoso saja. Tapi tetap saja Pemda DKI sama gagapnya dan sama tidak becusnya dalam menangani banjir dan menolong para pengungsi seperti yang sudah-sudah. Sutiyoso sendiri menolak untuk disalahkan. Kalau bukan Sutiyoso, bukan Pemda DKI, dan juga bukan Pemda Bogor, lalu siapa yang salah?

Kayaknya, biang kerok banjir besar Jakarta tahun 2007 ini adalah hujan yang sangat-sangat deras. Ho'oh aja deh.


Reporter Blusukan Banjir

Satu hal yang cukup menarik perhatian saya yaitu sebuah 'trend' baru: para reporter TV yang melaporkan situasi banjir sambil berdiri di dalam genangan air setinggi pinggang sampai bahu si reporter. Cukup dramatis. "Pemirsa, ini lho, banjirnya sangat parah." Seperti itulah kira-kira pesan yang ingin disampaikan kepada para pemirsa di rumah.Pasti gatal semua badan mereka nantinya.


reporter banjir

Trend baru: reporter ikut 'blusukan' banjir.

Banjir? Mengungsi? Tetap senyum PakraDent

Satu hal lagi yang juga menarik perhatian saya dan ibu adalah betapa 'ceria' dan 'sopan santunnya' orang Indonesia, terutama di depan kamera TV. Bayangkan saja, sekalipun terkena banjir besar, rumah tenggelam, harta bendanya rusak dan hanyut, sebagian dari mereka tetap tampil semringah dengan senyum lebar setiap kali disorot kamera TV. Saat sang reporter melaporkan di depan kamera, kadang-kadang ada segerombolan pengungsi yang mesam-mesem di belakang si reporter. Ada pengungsi yang waktu dicegat di tengah-tengah banjir untuk wawancara, menjawab pertanyaan dengan senyum lebar. Bahkan ada juga yang sambil ketawa-ketiwi. Hanya di Indonesia.


banjir mesem

banjir mesem

Mengungsi ke lantai dua? Banjir setinggi pinggang? Tetap senyum PakraDent di depan kamera TV.